Burung Cendrawasih, Burung Surga
Burung Cendrawasih Burung Surga (Bird of Paradise)
Burung Cendrawasih disebut sebagai Burung Surga (Bird of Paradise).
Burung Cendrawasih merupakan sekumpulan spesies burung yang
dikelompokkan dalam famili Paradisaeidae. Burung yang banyak terdapat di
Indonesia bagian timur, Papua Nugini, dan Australia timur ini terdiri
atas 14 genus dan dan sekitar 43 spesies. 30-an spesies diantaranya bisa
ditemukan di Indonesia.
Burung-burung Cendrawasih mempunyai ciri
khas bulunya yang indah yang dimiliki oleh burung jantan. Umumnya
bulunya berwarna cerah dengan kombinasi beberapa warna seperti hitam,
cokelat, kemerahan, oranye, kuning, putih, biru, hijau dan ungu.
Ukuran burung Cenderawasih beraneka
ragam. Mulai dari yang berukuran 15 cm dengan berat 50 gram seperti pada
jenis Cendrawasih Raja (Cicinnurus regius), hingga yang berukuran sebesar 110 cm Cendrawasih Paruh Sabit Hitam (Epimachus albertisi) atau yang beratnya mencapai 430 gram seperti pada Cendrawasih Manukod Jambul-bergulung (Manucodia comrii).
Keindahan bulu Cendrawasih jantan
digunakan untuk menarik perhatian lawan jenis. Untuk ‘merayu’ betina
agar bersedia diajak kawin, burung jantan akan memamerkan bulunya dengan
melakukan tarian-tarian indah. Sambil bernyanyi diatas dahan, pejantan
bergoyang dengan berbagai gerakan ke berbagai arah. Bahkan terkadang
hingga bergantung terbalik bertumpu pada dahan. Namun, tiap spesies
Cendrawasih tentunya punya tipe tarian tersendiri.
Burung Cendrawasih mempunyai habitat hutan lebat yang umumnya di daerah dataran rendah. Burung dari surga ini
dapat dijumpai di beberapa pulau di Indonesia bagian timur seperti
Maluku dan Papua. Selain itu juga dapat ditemukan di Papua Nugini dan
Australian Timur.
Jenis-jenis Burung Cendrawasih. Cendrawasih terdiri atas
13 genus yang mempunyai sekitar 43 spesies (jenis). Indonesia merupakan
negara dengan jumlah spesies Cendrawasih terbanyak. Diduga sekitar
30-an jenis Cendrawasih bisa ditemukan di Indonesia. Dan 28 jenis
diantaranya tinggal di pulau Papua.
Beberapa jenis Cendrawasih yang terdapat di Indonesia diantaranya adalah :
Cendrawasih Paruh-sabit cokelat atau brown sicklebill atau dalam nama ilmiahnya Epimachus meyeri. Selain cantik, suaranya juga unik mirip bunyi senapan mesin, tipe paruh seperti ini
biasanya merupakan pemakan serangga dan buah-buahan.
Wilayah persebaran cendrawasih paruh-sabit cokelat hampir merata di seluruh hutan-hutan pegunungan di Papua, baik yang berada di wilayah Indonesia (Provinsi Papua dan Papua Barat) maupun di negeri tetangga, Papua Nugini.
Paruh-sabit cokelat memiliki tiga saudara dekat, sesama anggota genus Epimachus, yaitu :
Penamaan ilmiah spesies ini diberikan oleh keponakan Kaisar Napoleon Bonaparte yang bernama Charles Lucien Bonaparte dan sempat menimbulkan kontroversi. Bonaparte, seorang pengikut aliran republik, mendeskripsikan burung Cendrawasih Botak dari spesimen yang di beli oleh seorang ahli biologi Inggris bernama Edward Wilson beberapa bulan sebelum John Cassin, yang akan menamakan burung ini untuk menghormati Edward Wilson. Tigabelas tahun kemudian, ahli hewan Jerman yang bernama Heinrich Agathon Bernstein menemukan habitat Cendrawasih Botak di pulau Waigeo.
6. Cendrawasih Raja (Cicinnurus regius)
Cendrawasih Raja atau dalam nama ilmiahnya Cicinnurus regius adalah burung pengicau anggota famili Paradisaeidae (burung cendrawasih) yang panjang tubuhnya sekitar 16cm. Burung jantan berwarna merah tua terang dan putih dengan kaki berwarna biru terang dam memiliki bulu-bulu mirip kipas yang warna ujungnya hijau di pundaknya. Dua ekornya yang memanjang ujungnya berhiaskan uliran bulu hijau zamrud. Burung betina berwarna coklat dan bawahnya bergaris-garis.
Cendrawasih Raja tersebar di seluruh hutan dataran rendah di pulau Papua dan pulau-pulau terdekat. Dalam bahasa Inggris, burung ini disebut dengan “living gem” (“permata hidup”) yang merupakan burung cendrawasih paling kecil dan berwarna-warni. Makanan utamanya terdiri dari buah-buahan dan artropod. Burung jantan akan membawakan tarian yang indah dengan mengayun-ayunkan ekornya, mengepak-ngepakkan bulu perut putihnya yang membuatnya mirip bola kapas dan bandul akrobatik. Karena tersebar luas dan umum ditemukan di habitatnya.
7. Cendrawasih Belah Rotan (Cicinnurus magnificus)
Cendrawasih Belah Rotan atau dalam nama ilmiahnya Cicinnurus magnificus. Menghuni tepi hutan dan hutan sekunder di hutan pamah perbukitan dan
hutan pegunungan bawah sampai ketinggian 1450 mdpl, kadang sampai 1600
mdpl. Burung jantan memperagakan diri dari tempat pentas di lantai
hutan, seperti Parotia. Sayap burung jantan mengeluarkan suara
berkeletak khas, seperti dua batu kecil dibenturkan cepat. Sering
bersama jenis-jenis Cendrawasih lain saat mencari makan di pohon, berupa
buah dan artropoda.
Musim berbiak setidaknya dari bulan Juli sampai Desember, kemungkinan dapat berbiak sepanjang tahun. Pola perkawinannya bersifat poligini. Untuk menarik pasangan, burung jantan menghabiskan waktu cukup lama menyiapkan area display seluas beberapa meter persegi di atas tanah, serta memangkas dedaunan pada batang pohon di sekitar area. Gerakan menarik pasangannya meliputi tarian, pose diam, gerakan bulu dahi, tameng dada dan ekor tengah.
Burung betina membangun dan memelihara sarang tanpa bantuan burung jantan. Sarang tersusun dari seresah, daun kering, rumput dan bulu-bulu binatang. Posisi sarang di puncak rumpun pandan, 1-4 m di atas permukaan tanah. Jumlah telur 1-2 butir.
Hidup di Dataran Tinggi berhutan Pulau Papua, Pulau Salawati, Pulau Yapen, dan mungkin juga di Pulau Misool.
8. Bidadari Halmahera (Semioptera wallacii)
Burung Bidadari Halmahera atau dalam nama ilmiahnya Semioptera wallacii adalah jenis cendrawasih berukuran sedang, sekitar 28cm, berwarna cokelat-zaitun. Cendrawasih ini merupakan satu-satunya anggota genus Semioptera. Burung jantan bermahkota warna ungu dan ungu-pucat mengkilat dan warna pelindung dadanya hijau zamrud. Cirinya yang paling mencolok adalah dua pasang bulu putih yang panjang yang keluar menekuk dari sayapnya dan bulu itu dapat ditegakkan atau diturunkan sesuai keinginan burung ini. Burung betinanya yang kurang menarik berwarna cokelat zaitun dan berukuran lebih kecil serta punya ekor lebih panjang dibandingkan burung jantan.
George Robert Gray dari Museum Inggris menamai jenis ini untuk menghormati Alfred Russel Wallace, seorang naturalis Inggris dan pengarang buku The Malay Archipelago, orang Eropa pertama yang menemukan burung ini pada tahun 1858.
Burung Bidadari Halmahera adalah burung endemik kepulauan Maluku dan merupakan jenis burung cenderawasih sejati yang tersebar paling barat. Makanannya terdiri dari serangga, artropoda, dan buah-buahan.
Burung jantan bersifat poligami. Mereka berkumpul dan menampilkan tarian udara yang indah, meluncur dengan sayapnya dan mengembangkan bulu pelindung dadanya yang berwarna hijau mencolok sementara bulu putih panjangnya di punggungnya dikibar-kibarkan.
9. Cendrawasih Mati Kawat (Seleucidis melanoleuca)
Cenderawasih mati-kawat atau dalam nama ilmiahnya Seleucidis melanoleucus adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 33cm, dari genus tunggal Seleucidis. Burung jantan dewasa mempunyai bulu berwarna hitam mengilap, pada bagian sisi perutnya dihiasi bulu-bulu berwarna kuning dan duabelas kawat berwarna hitam. Burung ini berparuh panjang lancip berwarna hitam dengan iris mata berwarna merah. Burung betina berwarna coklat, berukuran lebih kecil dari burung jantan dan tanpa dihiasi bulu-bulu berwarna kuning ataupun keduabelas kawat di sisi perutnya.
Cenderawasih mati-kawat ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau irian. Seperti kebanyakan spesies burung lainnya di suku Paradisaeidae, Cenderawasih Mati-kawat adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan menggunakan keduabelas kawat pada ritual tariannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cenderawasih Mati-kawat terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.
-
Cendrawasih Gagak (Lycocorax pyrrhopterus); endemik Maluku
-
Cendrawasih Panji (Pteridophora alberti); Papua
-
Cendrawasih Kerah (Lophorina superba); Papua
-
Cendrawasih Paruh-sabit cokelat atau brown sicklebill (Epimachus meyeri); Papua
-
Cendrawasih Botak (Cicinnurus respublica); endemik pulau Waigeo, Raja Ampat
-
Cendrawasih Raja (Cicinnurus regius); Papua dan pulau sekitar
-
Cendrawasih Belah Rotan (Cicinnurus magnificus); Papua (Indonesia dan Papua Nugini)
-
Bidadari Halmahera (Semioptera wallacii); endemik Maluku
-
Cendrawasih Mati Kawat (Seleucidis melanoleuca); Papua
-
Cendrawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor); Papua (Indonesia dan Papua Nugini)
-
Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda); Papua (Indonesia dan Papua Nugini)
-
Cendrawasih Raggiana (Paradisaea raggiana); Papua (Indonesia dan Papua Nugini)
-
Cendrawasih Merah (Paradisaea rubra); endemik pulau Waigeo, Indonesia
-
Toowa Cemerlang (Ptiloris magnificus); Indonesia, Papua Nugini, dan Australia
-
Cendrawasih Biru (Manucodia ater); Indonesia dan Papua Nugini
-
Astrapia Ekor Putih (Astrapia mayeri); Papua
-
Parotia Lawes (Parotia lawesii); endemik Papua, Indonesia
Cendrawasih Gagak atau dalam nama ilmiahnya Lycocorax pyrrhopterus
adalah Cendarwasih mirip gagak berukuran sedang dengan panjang sekitar
34 cm. Bulunya gelap,
lembut dan seperti sutera. Paruhnya hitam, warna mata merah karmin, dan
memiliki suara panggilan yang mengingatkan pada gonggongan anjing.
Burung jantan dan betinanya mirip. Burung betina sedikit lebih besar
daripada burung jantan.
Cendrawasih ini bersifat monogami dan endemik di hutan dataran rendah di kepulauan Maluku di Indonesia. Makanan utamanya terdiri dari buah-buahan dan artropod. Tiga subspesiesnya telah dikenali, dan ditandai dengan ada atau tidaknya bercak putih pada bulu sayap bawah.
Cendrawasih ini bersifat monogami dan endemik di hutan dataran rendah di kepulauan Maluku di Indonesia. Makanan utamanya terdiri dari buah-buahan dan artropod. Tiga subspesiesnya telah dikenali, dan ditandai dengan ada atau tidaknya bercak putih pada bulu sayap bawah.
2. Cendrawasih Panji (Pteridophora alberti)
Cendrawasih Panji atau dalam nama ilmiahnya Pteridophora alberti adalah
sejenis burung pengicau berukuran kecil, dengan panjang sekitar 22cm,
dari genus tunggal Pteridophora. Burung jantan dewasa mempunyai bulu
berwarna hitam dan kuning tua, dikepalanya terdapat dua helai bulu kawat
bersisik biru-langit mengilap, yang panjangnya mencapai 40cm dan dapat
ditegakkan pada waktu memikat betina. Bulu mantel dan punggung tumbuh
memanjang berbentuk tudung berwarna hitam. Iris mata berwarna coklat
tua, kaki berwarna abu-abu kecoklatan dan paruh berwarna hitam dengan
bagian dalam mulut berwarna hijau laut. Burung betina berwarna abu-abu
kecoklatan dengan garis-garis dan bintik gelap. Betina berukuran lebih
kecil dari burung jantan dan tanpa dihiasi mantel atau bulu kawat
hiasan.
Daerah sebaran Cendrawasih Panji adalah di hutan pegunungan pulau Irian.
Seperti kebanyakan spesies burung lainnya di suku Paradisaeidae,
Cendrawasih Panji adalah poligami spesies. Burung jantan memikat
pasangan dengan menggunakan bulu mantel dan ke dua kawat di kepalanya
pada ritual tarian. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina
dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan
mengasuh anak burung sendiri.
Nama ilmiah burung Cendrawasih Panji memperingati seorang raja berkebangsaan Jerman, Albert I dari Sachsen.
3. Cendrawasih Kerah (Lophorina superba)
Cendrawasih Kerah atau dalam nama ilmiahnya Lophorina superba, merupakan
burung cendrawasih pengicau anggota famili Paradisaeidae. Ia adalah
anggota satu-satunya dari genus Lophorina. Burung jantan berwarna hitam
dengan mahkota berwana hijau pelangi, mempunyai bulu penutup dadanya
biru-hijau dan berbulu pundak yang bisa menegak berwarna hitam beludru.
Burung betinanya berwarna cokelat-kemerahan dan bawahnya bulu
bergaris-garis warna cokelat. Burung muda berwarna mirip burung betina.
Burung Cendrawasih Kerah tersebar di seluruh hutan hujan di pulau Papua.
Burung jantan bersifat poligami dan menampilkan salah satu tarian
kimpoi yang memukau dalam dunia burung. Pada awal penampialnnya dia akan
menyanyikan nada keras dan cepat, lalu dia mulai melompat-lompat di
depan betinanya. Tiba-tiba bulu pundaknya dan bulu penutup dada yang
tadinya terlipat, menegak keluar dan mengembang di kepalanya dan
membuatnya menjadi penari berbentuk elips.
4. Cendrawasih Paruh-sabit cokelat atau brown sicklebill (Epimachus meyeri)
Wilayah persebaran cendrawasih paruh-sabit cokelat hampir merata di seluruh hutan-hutan pegunungan di Papua, baik yang berada di wilayah Indonesia (Provinsi Papua dan Papua Barat) maupun di negeri tetangga, Papua Nugini.
Paruh-sabit cokelat memiliki tiga saudara dekat, sesama anggota genus Epimachus, yaitu :
- Paruh-sabit ekor-kuning (Epimachus albertisi)
- Paruh-sabit-ekor-putih (Epimachus bruijnii)
- Paruh-sabit-kurikuri (Epimachus fastuosus)
Cendrawasih Botak atau dalam nama ilmiahnya Cicinnurus respublica
adalah sejenis burung pengicau berukuran kecil, dengan panjang sekitar
21cm long, dari marga Cicinnurus. Burung jantan dewasa memiliki bulu
berwarna merah dan hitam dengan tengkuk berwarna kuning, mulut hijau
terang, kaki berwarna biru dan dua bulu ekor ungu melingkar. Kulit
kepalanya berwarna biru muda terang dengan pola salib ganda hitam.
Burung betina berwarna coklat dengan kulit kepala biru muda.
Endemik Indonesia, Cendrawasih Botak hanya ditemukan di hutan dataran
rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi
Papua Barat. Pakan burung Cendrawasih Botak terdiri dari buah-buahan dan
aneka serangga kecil.Penamaan ilmiah spesies ini diberikan oleh keponakan Kaisar Napoleon Bonaparte yang bernama Charles Lucien Bonaparte dan sempat menimbulkan kontroversi. Bonaparte, seorang pengikut aliran republik, mendeskripsikan burung Cendrawasih Botak dari spesimen yang di beli oleh seorang ahli biologi Inggris bernama Edward Wilson beberapa bulan sebelum John Cassin, yang akan menamakan burung ini untuk menghormati Edward Wilson. Tigabelas tahun kemudian, ahli hewan Jerman yang bernama Heinrich Agathon Bernstein menemukan habitat Cendrawasih Botak di pulau Waigeo.
Cendrawasih Raja atau dalam nama ilmiahnya Cicinnurus regius adalah burung pengicau anggota famili Paradisaeidae (burung cendrawasih) yang panjang tubuhnya sekitar 16cm. Burung jantan berwarna merah tua terang dan putih dengan kaki berwarna biru terang dam memiliki bulu-bulu mirip kipas yang warna ujungnya hijau di pundaknya. Dua ekornya yang memanjang ujungnya berhiaskan uliran bulu hijau zamrud. Burung betina berwarna coklat dan bawahnya bergaris-garis.
Cendrawasih Raja tersebar di seluruh hutan dataran rendah di pulau Papua dan pulau-pulau terdekat. Dalam bahasa Inggris, burung ini disebut dengan “living gem” (“permata hidup”) yang merupakan burung cendrawasih paling kecil dan berwarna-warni. Makanan utamanya terdiri dari buah-buahan dan artropod. Burung jantan akan membawakan tarian yang indah dengan mengayun-ayunkan ekornya, mengepak-ngepakkan bulu perut putihnya yang membuatnya mirip bola kapas dan bandul akrobatik. Karena tersebar luas dan umum ditemukan di habitatnya.
7. Cendrawasih Belah Rotan (Cicinnurus magnificus)
Cendrawasih Belah Rotan Jantan
Cendrawasih Belah Rotan Betina
Musim berbiak setidaknya dari bulan Juli sampai Desember, kemungkinan dapat berbiak sepanjang tahun. Pola perkawinannya bersifat poligini. Untuk menarik pasangan, burung jantan menghabiskan waktu cukup lama menyiapkan area display seluas beberapa meter persegi di atas tanah, serta memangkas dedaunan pada batang pohon di sekitar area. Gerakan menarik pasangannya meliputi tarian, pose diam, gerakan bulu dahi, tameng dada dan ekor tengah.
Burung betina membangun dan memelihara sarang tanpa bantuan burung jantan. Sarang tersusun dari seresah, daun kering, rumput dan bulu-bulu binatang. Posisi sarang di puncak rumpun pandan, 1-4 m di atas permukaan tanah. Jumlah telur 1-2 butir.
Hidup di Dataran Tinggi berhutan Pulau Papua, Pulau Salawati, Pulau Yapen, dan mungkin juga di Pulau Misool.
8. Bidadari Halmahera (Semioptera wallacii)
Burung Bidadari Halmahera atau dalam nama ilmiahnya Semioptera wallacii adalah jenis cendrawasih berukuran sedang, sekitar 28cm, berwarna cokelat-zaitun. Cendrawasih ini merupakan satu-satunya anggota genus Semioptera. Burung jantan bermahkota warna ungu dan ungu-pucat mengkilat dan warna pelindung dadanya hijau zamrud. Cirinya yang paling mencolok adalah dua pasang bulu putih yang panjang yang keluar menekuk dari sayapnya dan bulu itu dapat ditegakkan atau diturunkan sesuai keinginan burung ini. Burung betinanya yang kurang menarik berwarna cokelat zaitun dan berukuran lebih kecil serta punya ekor lebih panjang dibandingkan burung jantan.
George Robert Gray dari Museum Inggris menamai jenis ini untuk menghormati Alfred Russel Wallace, seorang naturalis Inggris dan pengarang buku The Malay Archipelago, orang Eropa pertama yang menemukan burung ini pada tahun 1858.
Burung Bidadari Halmahera adalah burung endemik kepulauan Maluku dan merupakan jenis burung cenderawasih sejati yang tersebar paling barat. Makanannya terdiri dari serangga, artropoda, dan buah-buahan.
Burung jantan bersifat poligami. Mereka berkumpul dan menampilkan tarian udara yang indah, meluncur dengan sayapnya dan mengembangkan bulu pelindung dadanya yang berwarna hijau mencolok sementara bulu putih panjangnya di punggungnya dikibar-kibarkan.
9. Cendrawasih Mati Kawat (Seleucidis melanoleuca)
Cenderawasih mati-kawat betina
Cenderawasih mati-kawat jantan
Cenderawasih mati-kawat atau dalam nama ilmiahnya Seleucidis melanoleucus adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 33cm, dari genus tunggal Seleucidis. Burung jantan dewasa mempunyai bulu berwarna hitam mengilap, pada bagian sisi perutnya dihiasi bulu-bulu berwarna kuning dan duabelas kawat berwarna hitam. Burung ini berparuh panjang lancip berwarna hitam dengan iris mata berwarna merah. Burung betina berwarna coklat, berukuran lebih kecil dari burung jantan dan tanpa dihiasi bulu-bulu berwarna kuning ataupun keduabelas kawat di sisi perutnya.
Cenderawasih mati-kawat ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau irian. Seperti kebanyakan spesies burung lainnya di suku Paradisaeidae, Cenderawasih Mati-kawat adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan menggunakan keduabelas kawat pada ritual tariannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cenderawasih Mati-kawat terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.
10. Cendrawasih Kuning-kecil (Paradisaea minor)
Cendrawasih Kuning-kecil atau dalam nama ilmiahnya disebut Paradisaea minor adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 32cm, dari genus Paradisaea.
Burung ini berwarna kuning dan coklat, memiliki paruh abu-abu kebiruan
dan mempunyai iris mata berwarna kuning. Burung jantan dewasa memiliki
bulu di sekitar leher berwarna hijau zamrud mengkilap, pada bagian sisi
perut terdapat bulu-bulu hiasan yang panjang berwarna dasar kuning dan
putih pada bagian luarnya. Di ekornya terdapat dua buah tali ekor
berwarna hitam. Populasi Cendrawasih Kuning-kecil tersebar di hutan
Irian Jaya dan Papua Nugini. Burung ini juga ditemukan di pulau Misool
dan di pulau Yapen.
11. Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda)
Cenderawasih Kuning-besar betina
Cenderawasih Kuning-besar atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea apoda, merupakan burung cendrawasih berukuran besar, sepanjang sekitar 43 cm, berwarna coklat marun dan bermahkota kuning. Tenggorokannya berwarna hijau zamrud dan bantalan dadanya cokelat kehitaman. Burung jantan dihiasi bulu-bulu panggul yang besar warna kuning dan punya sepasang ekor kawat yang panjang. Burung betina berbulu cokelat marun tak bergaris. Makanannya terdiri dari buah-buahan, biji serta serangga kecil. Burung Cenderawasih Kuning-besar ini burung terbesar dari genus Paradisaea. Ia tersebar di hutan dataran rendah dan bukit di barat daya pulau Irian dan pulau Aru, Indonesia.
12. Cendrawasih Raggiana (Paradisaea raggiana)
Cendrawasih Raggiana Betina
Cendrawasih Raggiana atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea raggiana
adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar
34cm, dari genus Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat,
berparuh abu-abu kebiruan, mulut merah muda, iris mata berwarna kuning
dan kaki berwarna abu-abu coklat keunguan.
Burung jantan dewasa memiliki bulu-bulu hiasan beraneka warna merah,
jingga dan warna campuran antara merah-jingga pada bagian sisi perutnya,
tenggorokan berwarna hijau zamrud gelap, bulu bagian dada berwarna
coklat tua dan diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berwarna
hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan
muka berwarna coklat dan tidak punya bulu-bulu hiasan.
Daerah sebaran Cendrawasih Raggiana terdapat di hutan hujan tropis,
hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan pulau Irian bagian
selatan, dari permukaan laut sampai ketinggian 1.500 meter.
13. Cendrawasih Merah (Paradisaea rubra)
Cendrawasih Merah Betina
Cendrawasih Merah atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea rubra adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 33cm, dari marga Paradisaea.
Burung ini berwarna kuning dan coklat, dan berparuh kuning. Burung
jantan dewasa berukuran sekitar 72cm yang termasuk bulu-bulu hiasan
berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian sisi
perutnya, bulu muka berwarna hijau zamrud gelap dan diekornya terdapat
dua buah tali yang panjang berbentuk pilin ganda berwarna hitam. Burung
betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan muka berwarna
coklat tua dan tidak punya bulu-bulu hiasan.
Endemik Indonesia, Cendrawasih Merah hanya ditemukan di hutan dataran
rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi
Irian Jaya Barat.
Cendrawasih Merah adalah poligami spesies. Burung jantan memikat
pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya.
Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari
pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung
sendiri. Pakan burung Cendrawasih Merah terdiri dari buah-buahan dan
aneka serangga.
14. Toowa Cemerlang (Ptiloris magnificus)
Toowa Cemerlang atau dalam nama ilmiahnya Ptiloris magnificus,
dengan panjang sekitar 33 cm. Pemalu tapi bersuara nyaring dan tersebar
luas. Jantan besar
sekali, gelap, paruh panjang, ekor pendek dengan sayap bundar yang
berdesir keras ketika terbang. Betina memiliki tubuh bagian atas kayu
manis, alis dan kumis pucat, iris gelap, tubuh bagian bawah berpalang
dan paruhnya panjang. Sebagian besar makan artropoda, dengan cara
menjalar dan makan beberapa buah. Memahat di kayu mati. Menghuni hutan
dan tepi hutan dataran rendah dan pegunungan bawah.
15. Cendrawasih Biru (Manucodia ater)
Cendrawasih Biru atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea rudolphi adalah sejenis burung cendrawasih berukuran sedang, dengan panjang sekitar 30cm, dari genus Paradisaea.
Burung ini berwarna hitam dan biru, berparuh putih kebiruan, kaki
abu-abu, iris mata berwarna coklat tua, di sekitar mata terdapat dua
buah setengah lingkaran putih dan sayap berwarna biru terang.
Burung jantan dewasa memiliki bulu-bulu jumbai hiasan pada sisi dada
yang berwarna biru keunguan jika dilihat dari bawah dan berwarna coklat
kemerahan jika dilihat dari atas. Pada bagian dadanya terdapat lingkaran
oval hitam dengan tepi berwarna merah. Diekornya terdapat dua buah tali
panjang berwarna hitam dengan ujung membulat berwarna biru. Betina
berukuran lebih kecil, tanpa dihiasi bulu hiasan dan tubuh bagian bawah
berwarna coklat kemerahan.
Daerah sebaran Cendrawasih Biru terdapat di hutan-hutan pegunungan
Papua Nugini bagian timur dan tenggara, umumnya dari ketinggian 1.400
meter sampai ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut.
Cendrawasih Biru adalah poligami spesies. Burung jantan memikat
pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Tidak
seperti burung cendrawasih Paradisaea lainnya, Cendrawasih
Biru jantan melakukan tariannya tidak dalam kelompok. Jantan
menggantungkan badannya ke bawah, membuka memamerkan bulu hiasannya
seperti kipas biru sambil berkicau dengan suara menyerupai dengungan
rendah. Didekatnya terdapat seekor betina. Setelah kopulasi, burung
jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Pakan
burung Cendrawasih Biru terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.
Cendrawasih Biru ditemukan oleh Carl Hunstein dalam salah satu
ekspedisinya di pulau Irian pada tahun 1884. Nama ilmiah spesies langka
ini memperingati seorang putra mahkota dari Austria bernama Rudolf von
Österreich-Ungarn.
16. Astrapia Ekor Putih (Astrapia mayeri)
Jenis Serupa :
Betina sangat mirip dengan astrapia stephanie betina, yang kepalanya
tidak hijau berkilau dan yang ekornya lebih lebar, seluruhnya hitam.
Astrapia cemerlang betina ekornya berujung bundar, dasar putih mencolok.
Perilaku :
Tenang dan tidak waspada, mencari mangsa kecil di dahan-dahan
berlumut dan makan buah dari epifit kecil tumbuhan merambat Schefflera
di hutan pegunungan tinggi. Sayap jantan berdesir gaduh ketika terbang.
Persebaran :
Bagian darat dataran tinggi tengah, dari pegunungan hagen dan giluwe ke barat sampai sekitar 130 km, pada ketinggian 2400-3400 m. Bagian paling barat persebarannya tidak diketahui . Di daerah berketinggian lebih rendah di lereng barat daya Gunung Hagen dan di celah tari, jenis ini hibridisasi dengan astrapia stephanie.
Bagian darat dataran tinggi tengah, dari pegunungan hagen dan giluwe ke barat sampai sekitar 130 km, pada ketinggian 2400-3400 m. Bagian paling barat persebarannya tidak diketahui . Di daerah berketinggian lebih rendah di lereng barat daya Gunung Hagen dan di celah tari, jenis ini hibridisasi dengan astrapia stephanie.
17. Parotia Lawes (Parotia lawesii)
Parotia Lawes Betina
Parotia Lawes atau dalam nama ilmiahnya Parotia lawesii, dengan panjang sekitar 28 cm. Jantan hitam, montok, ekor pendek dan sayap lebar, kawat kepala sulit dilihat. Betina coklat berkilauan di bagian atas, berpalang halus di bagian bawah, kepala besar kaku, mahkota, tengkuk dan pipi hitam mudah dikenali. Jantan dan betina irisnya biru. Populasi bagian timur (helenae) memiliki berkas bulu gelap di hidung.
Jenis Serupa :
Parotia carola jantan kedua sisi tubuhnya putih mencolok, mahkota dan
tenggorokannya berwarna tembaga. Parotia carola betina alisnya pucat
mudah dikenali dan iris keputih-putihan. Cendrawasih kerah (jantan dan
betina) lebih kecil dan lebih ramping. Jantan memiliki berkas bulu
tengkuk hitam besar, betina sangat mirip, tetapi kecil, dengan alis
pucat dan iris gelap.
Persebaran :
Dataran tinggi tengah dan timur dan pegunungan di tenggara, dari tari
dan gunung giluwe ke arah timur, pada ketinggian 1400-1900 m (jarang
pada 750-2300 m). Populasi di bagian utara barisan tebing di bagian
paling timur tenggara (helenae) kadang dimasukkan dalam jenis lainnya.
Parotia adalah salah satu genus burung cenderawasih (famili Paradisaeidae). Burung-burung ini endemik dari pulau Irian.
Burung jantan bercirikan adanya enam bulu kawat yang ujungnya oval
kecil dikepalanya, kerah leher berwarna hitam dan dapat mengembang,
serta kepala dan tenggorokannya berwarna cerah atau pelangi mengkilat.
Sewaktu perjodohan, mereka membawa tari mirip hula pada satu tempat di
dasar hutan yang telah mereka bersihkan dengan teliti dari dedaunan mati
dan sampah lain.
Burung jantan bersifat poligami dan tidak ikut serta merawat
anak-anaknya. Jumlah telurnya mungkin satu, kadang-kadang dua, bahkan
mungkin tiga (Mackay 1990).
Jenis-jenis
- Parotia Arfak, Parotia sefilata
- Parotia Karola, Parotia carolae
- Parotia Berlepsch, Parotia berlepschi
- Parotia Lawes, Parotia lawesii
- Parotia Timur, Parotia helenae
- Parotia Wahnes, Parotia wahnesi
Komentar
Posting Komentar