Keberagaman Fauna Khas Indonesia
KEBERAGAMAN FAUNA KHAS INDONESIA
Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan kekayaan fauna dan flora dan merupakan yang terlengkap didunia.
Pada halaman akan membahas sebagian fauna dan flora kebanggaan Indonesia
FAUNA INDONESIA
Wilayah Indonesia memiliki kekayaan fauna yang sangat beragam. Keragaman fauna ini karena berbagai hal :
- Terletak di daerah tropis, sehingga mempunyai hutan hujan tropis (trophical rain forest) yang kaya akan tumbuhan dan hewan hutan tropis.
- Terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia
- Merupakan negara kepulauan, hal ini menyebabkan setiap pulau memungkinkan tumbuh dan dan menyebarnya hewan dan tumbuhan khas tertentu sesuai dengan kondisi alamnya.
- Indonesia terletak di dua kawasan persebaran fauna dunia, yaitu Australis dan Oriental.
Karena berbagai kondisi tersebut maka wilayah Indonesia kaya akan keanekaragaman fauna. Berbagai jenis fauna yang meliputi :
- Mamalia (lebih dari 500 jenis)
- Kupu-kupu (lebih dari 100 jenis)
- Reptil (lebih dari 600 jenis)
- Burung (lebih dari 1.500 jenis)
- Amfibi (lebih dari 250 jenis)
Persebaran fauna dikelompokkan
dalam 3 wilayah geografis yaitu fauna Indonesia Barat, fauna Indonesia
Tengah dan fauna Indonesia Timur.
Fauna yang terdapat di wilayah
Indonesia Barat bertipe Asiatis, di wilayah Indonesia Tengah merupakan
fauna khas/fauna asli Indonesia sedangkan wilayah fauna Indonesia Timur
bertipe Australis.
Berikut ini adalah beberapa fauna Indonesia
1.1 KOMODO
Komodo, atau yang selengkapnya
disebut biawak komodo (Varanus komodoensis, adalah spesies kadal
terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili
Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli
pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawak
Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di
dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini
berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan
meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil
terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup
komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya,
kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem
tempatnya hidup.
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya
yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di
kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat
aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies
yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di
bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu
Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
1.2 ORANG UTAN
Orang utan (atau orang hutan, nama
lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang
dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang
Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Borneo
dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia . Mereka biasa tinggal
di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat
hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus
perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air
tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke
hutan pegunungan. Di Borneo, orangutan dapat ditemukan pada ketinggian
500 m di atas permukaan laut , sedangkan kerabatnya di Sumatra
dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl. hidup di hutan tropika Indonesia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatra.
1.3 HARIMAU SUMATERA
Harimau Sumatra atau dalam bahasa latin disebut Panthera tigris sumatrae merupakan satu dari lima subspisies harimau (Panthera tigris)
di dunia yang masih bertahan hidup. Harimau Sumatera termasuk satwa
langka yang juga merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang masih
dipunyai Indonesia setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.
Hewan dari filum Chordata ini
hanya dapat diketemukan di Pulau Sumatera, Indonesia. Populasinya di
alam liar diperkirakan tinggal 400–500 ekor. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah.
Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitchener, “The Natural History of Wild Cats”).
Harimau kemudian berkembang di kawasan timur Asia di China dan Siberia
sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke arah hutan Asia Tengah
di barat dan barat daya menjadi harimau Caspian. Sebagian lagi bergerak
dari Asia Tengah ke arah kawasan pergunungan barat, dan seterusnya ke
Asia tenggara dan kepulauan Indonesia, sebagiannya lagi terus bergerak
ke barat hingga ke India (Hemmer,1987).
Harimau Sumatera dipercaya
terasing ketika permukaan air laut meningkat pada 6.000 hingga 12.000
tahun silam. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda
genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mempunyai
ciri-ciri yang berbeda dengan subspisies harimau lainnya dan sangat
mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
1.4 BADAK JAWA
Badak Jawa atau Badak bercula-satu
kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan
satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama
dengan badak India dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju
baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak
ini lebih kecil daripada badak India dan lebih dekat dalam besar tubuh
dengan badak Hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20
cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.
Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling
banyak menyebar. Meski disebut “Badak Jawa”, binatang ini tidak
terbatas hidup di pulau Jawa saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang
Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini kini statusnya
sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam
bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah
mamalia terlangka di bumi. Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional
Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas
lainnya berada di Taman Nasional CaTien, Vietnam dengan perkiraan
populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi
badak Jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang
sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga
sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak
ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan
oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan
berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan.Tempat yang
tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi badak Jawa
masih berada pada resiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya
keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak. WWF
Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak Jawa karena
jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami,
letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan
langsung punah. Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi
dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin
terdesak. Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah
Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi
habitat badak Jawa.Badak Jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak Jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok terkadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak Jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.
1.5 BADAK SUMATERA
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan salah satu spesies badak yang dipunyai Indonesia selain badak jawa (Rhinocerus sondaicus). Badak sumatera (Sumatran rhino)
juga merupakan spesies badak terkecil di dunia merupakan satu dari 5
spesies badak yang masih mampu bertahan dari kepunahan selain badak
jawa, badak india, badak hitam afrika, dan badak putih afrika.
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
seperti saudara dekatnya, badak jawa, semakin langka dan terancam
kepunahan. Diperkirakan populasi badak bercula dua ini tidak mencapai
200 ekor. Wajar jika IUCN Redlist kemudian memasukkan badak sumatera (Sumatran rhino) dalam daftar status konservasi critically endangered (kritis; CE).
Badak sumatera dalam bahasa Inggris disebut sebagai Sumatran rhino. Sering kali juga disebut sebagai hairy rhino lantaran memiliki rambut terbanyak ketimbang jenis badak lainnya. Badak Sumatera dalam bahasa latin disebur sebagai Dicerorhinus sumatrensis.
Ciri-ciri dan Habitat Badak Sumatera.
Badak sumatera memiliki dua cula dengan panjang cula depan berkisar
antara 25-80 cm dan cula belakang lebih pendek sekitar 10 cm. Badak
sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) mempunyai panjang tubuh antara 2-3 meter dengan berat antara 600-950 kg. Tinggi satwa langka ini berkisar antara 120-135 cm.
Habitat badak
sumatera meliputi hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan
meskipun umumnya binatang langka ini menyukai hutan bervegetasi lebat.
Satwa langka bercula dua ini lebih sering terlihat di hutan-hutan
sekunder dataran rendah yang memiliki air, tempat berteduh, dan sumber
makanan yang tumbuh rendah. Makanan utama badak sumatera meliputi buah
(terutama mangga liar dan fikus), dedaunan, ranting-ranting kecil, dan
kulit kayu.
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
merupakan satwa penjelajah yang hidup dalam kelompok-kelompok kecil
meskipun umumnya hidup secara soliter (menyendiri).Pada cuaca yang cerah
sering turun ke daerah dataran rendah, untuk mencari tempat yang
kering. Pada cuaca panas ditemukan berada di hutan-hutan di atas bukit
dekat air terjun.
1.6 GAJAH SUMATERA
Gajah Sumatra (Elephas maximus
sumatranus) adalah yang paling kecil dari ketiga subspesies dari Gajah
Asia, dan merupakan endemic untuk Pulau Sumatra. Sebelum terjadi
perusakan besar-besaran pada habitatnya, gajah secara luas tersebar di
seluruh Sumatra pada ekosistem yang beragam, Gajah Sumatra ditemukan
sampai hutan primer pada ketinggian di atas 1,750 m di Gunung Kerinci
Barat Sumatra (Freywyssling, 1933 dalam Satiapillai. 2007).
Habitat yang paling disukai adalah hutan dataran rendah, dari
berbagai ekosistem di daerah jelajahnya. Di masa lalu, ketika
habitatnya belum rusak, gajah mengadakan migrasi luas. Pergerakan ini
pada umumnya mengikuti aliran sungai. Gajah berpindah dari daerah gunung
ke dataran rendah pantai selama musim kering dan naik ke bukit satu
kali ketika hujan datang (Van Heurn, 1929; Pieters, 1938 dalam
Satiapillai. 2007).
Gajah sumatera mempunyai ciri
badan lebih gemuk dan lebar. Pada ujung belalai memiliki satu bibir.
Berbeda dengan Gajah Afrika, Gajah Sumatera memiliki 5 kuku pada kaki
depan dan 4 kuku di kaki belakang. Berat gajah sumatera dewasa mencapai
3.500-5000 kilogram, lebih kecil dari Gajah Afrika.
Gajah Sumatera dewasa dalam sehari
membutuhkan makanan hingga 150 kilogram dan 180 liter air. Dari jumlah
itu, hanya sekitar 40% saja yang mampu diserap oleh pencernaannya. Untuk
memenuhi nafsu makan ini Gajah Sumatera melakukan perjalanan hingga 20
km perharinya. Dengan kondisi hutan yang semakin berkurang akibat
pembalakan liar dan kebakaran hutan, tidak heran jika nafsu makan dan
daya jelajah bintang berbelalai ini sering terjadi konflik dengan
manusia.
Sebagaimana spesies gajah asia
lainnya, Gajah Sumatera tidur sambil berdiri. Selama tidur, telinganya
selalu dikipas-kipaskan. Ia mampu mendeteksi keberadaan sumber air dalam
radius 5 kilometer. Gajah Sumatera, mengalami masa kawin pada usia
10-12 tahun. Dan akan melahirkan anak 4 tahun sekali dengan masa
mengandung hingga 22 bulan.
1.6 LUTUNG JAWA
Lutung
Jawa atau dalam bahasa latin disebut dengan Trachypithecus auratus
merupakan salah satu jenis lutung asli (endemik) Indonesia. Sebagaimana
spesies lutung lainnya, lutung jawa yang bisa disebut juga lutung budeng
mempunyai ukuran tubuh yang kecil, sekitar 55 cm, dengan ekor yang
panjangnya mencapai 80 cm.
Lutung jawa atau lutung budeng terdiri atas dua subspesies yaitu Trachypithecus auratus auratus dan Trachypithecus auratus mauritius. Subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled
Langur Ebony) bisa didapati di Jawa Timur, Bali, Lombok, Palau Sempu
dan Nusa Barung. Sedangkan subspesies yang kedua, Trachypithecus auratus mauritius (Jawa Barat Ebony Langur) dijumpai terbatas di Jawa Barat dan Banten.
1.7 ANOA
Anoa adalah satwa
endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas
provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini terdiri atas
dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis).
Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua
spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia.
Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan
hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan
dagingnya.
Baik Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) maupun Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sejak tahun 1986 oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam binatang dengan status konservasi “Terancam Punah” (Endangered; EN) atau tiga tingkat di bawah status “Punah”.
Secara umum, anoa mempunyai warna
kulit mirip kerbau, tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak
memipih. Hidupnya berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai
musuhnya anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa atau
apabila terpaksa akan melawan dengan menggunakan tanduknya.
1.8 BEKANTAN
Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis kera berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal kera Nasalis.
Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari kera lainnya adalah hidung. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan olehseleksi alam .
Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai
pasangannya. panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan
Bekantan jantan berukuran lebih
besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75cm dengan berat mencapai
24kg. Kera betina berukuran 60cm dengan berat 12kg. Spesies ini juga
memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengkonsumsi
makanannya. Selain buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka
daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Ini
mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.
Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa
danhutan pantai di pulauKalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian
waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah
antara 10 sampai 32 kera. Bekantan juga dapat berenang dengan baik,
kadang-kadang terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain.
Bekantan merupakan maskotfauna provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan dari hilangnya habitat
hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut, serta sangat
terbatasnya daerah dan populasi habitatnya, bekantan dievaluasikan
sebagai Terancam Punah di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan
dalam CITES Appendix I.
1.9 TARSIUS SULAWESI (TARSIUS SPECTRUM )
Tarsius tarsier (Binatang
Hantu/Kera Hantu) adalah suatu jenis primata kecil, memiliki tubuh
berwarna coklat kemerahan dengan warna kulit kelabu, bermata besar
dengan telinga menghadap ke depan dan memiliki bentuk yang lebar.
Nama Tarsius diambil karena ciri fisik tubuh mereka yang
istimewa, yaitu tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan
kaki mereka sehingga mereka dapat melompat sejauh 3 meter (hampir 10
kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya. Tarsius juga memiliki ekor
panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan
dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang. Jari-jari ini
memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar yang
digunakan untuk grooming.Tarsius adalah makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur pada siang hari. Oleh sebab itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang paling utama adalah serangga seperti kecoa, jangkrik, dan terkadang reptil kecil, burung, dan kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan, juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar, dan Peleng. Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan “balao cengke” atau “tikus jongkok” jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia.
1.10 KANGGURU PAPUA
Kangguru, spisies yang mempunyai ciri khas kantung di perutnya (Marsupialia).
Kanguru Papua ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan
Kanguru Australia. Sayang Kanguru yang terdiri atas Kanguru tanah dan
Kanguru pohon ini mulai langka sehingga termasuk satwa Indonesia yang di
lindungi dari kepunahan.
Kangguru Papua terdiri atas dua genus yaitu dendrolagus (Kanguru Pohon) dan thylogale (Kanguru
Tanah). Kanguru pohon sebagian besar masa hidupnya ada di pohon.
Sekalipun begitu satwa tersebut juga sering turun ke tanah, misalnya
bila sedang mencari air minum. Moncong kanguru pohon bentuknya lebih
runcing jika dibandingkan dengan moncong kanguru darat. Ekornya agak
panjang dan bulat, berbulu lebat dari pangkal sampai ekornya. Sedangkan
pada kanguru darat kedua kaki depannya lebih pendek dari pada kaki
belakangnya, Cakarnya pun lebih kecil. Moncongnya agak tumpul dan tidak
berbulu. Ekornya makin meruncing ke ujung, bulunya tidak begitu lebat.
A. Kangguru Tanah (lau-lau atau paunaro):
– Thylogale brunii (Dusky Pademelon)
merupakan jenis kangguru terkecil
yang ada di dunia. Beratnya antara 3-6 kilogram, tetapi ada juga yang 10
kilogram. Panjang tubuhnya sekitar 90 sentimeter dengan lebar sekitar
50 sentimeter. Satwa langka yang dilindungi ini adalah hewan endemik
Papua, dan hanya terdapat di Papua di kawasan dataran rendah di
hutan-hutan di wilayah Selatan Papua, dan Papua Niugini. Di Indonesia Thylogale brunii terdapat antara lain di Taman Nasional Wasur (Kabupaten Merauke) dan Taman Nasional Gunung Lorentz (Mimika).
– Thylogale stigmata (red-legged pademelon)
merupakan jenis yang hidup di daerah pantai selatan Papua. Thylogale stigmata mempunyai warna kulit tubuh lebih cerah yaitu kuning kecokelatan.
– Thylogale brownii (Brown’s pademelon)
Selain di Papua, binatang ini juga terdapat di Papua New Guinea.
B. Kangguru pohon (lau-lau):
– Dendrolagus pulcherrimus
(Kanguru Pohon Mantel Emas)
merupakan sejenis kanguru pohon yang hanya ditemukan di hutan
pegunungan pulau Irian. Spesies ini memiliki rambut-rambut halus pendek
berwarna coklat muda. Leher, pipi dan kakinya berwarna kekuningan. Sisi
bawah perut berwarna lebih pucat dengan dua garis keemasan
dipunggungnya. Ekor panjang dan tidak prehensil dengan
lingkaran-lingkaran terang.
Penampilan Kanguru-pohon
Mantel-emas serupa dengan Kanguru pohon Hias. Perbedaannya adalah
Kanguru-pohon Mantel-emas memiliki warna muka lebih terang atau
merah-muda, pundak keemasan, telinga putih dan berukuran lebih kecil
dari Kanguru-pohon Hias. Beberapa ahli menempatkan Kanguru-pohon
Mantel-emas sebagai subspesies dari Kanguru-pohon Hias.
Kanguru-pohon Mantel-emas
merupakan salah satu jenis kanguru-pohon yang paling terancam kepunahan
diantara semua kanguru pohon. Spesies ini telah punah di sebagian besar
daerah habitat aslinya
– Dendrolagus goodfellowi
(disebut Kanguru Pohon Goodfellow atau kanguru pohon hias atau Goodfellow’s Tree-kangaroo)
merupakan jenis kanguru pohon yang paling sering ditemui. Kulit
tubuhnya berwarna cokelat sawo matang dan banyak terdapat di hutan hujan
di pulau Papua
Dendrolagus mbaiso (disebut sebagai Kanguru Pohon Mbaiso atau Dingiso) kanguru ini ditemukan di hutan montane yang tinggi dan subalpine semak belukar di Puncak Sudirman. Kanguru pohon ini mempunyai bulu hitam dengan kombinasi putih di bagian dadanya.
– Dengrolagus dorianus
atau disebut sebagai Kangguru Pohon Ndomea atau Doria’s Tree-kangaroo.
– Dendrolagus ursinus
(disebut Vogelkop Tree-kangaroo
atau Kanguru Pohon Nemena) merupakan kanguru pohon yang paling awal
terklasifikasikan. Mempunyai telinga panjang dan ekor panjang dan hitam. Dendrolagus inustus disebut juga sebagai Kanguru Pohon Wakera atau Grizzled Tree-kangaroo.
– Dendrolagus stellarum
disebut juga sebagai Seri’s Tree-kangaroo. Kanguru pohon ini terdapat di Tembagapura.
1.11 BURUNG MERAK HIJAU
Merak Hijau (Green Peafowl) yang dalam bahasa ilmiah disebut Pavu muticus
adalah salah satu dari tiga spesies merak yang terdapat di dunia. Satwa
yang terdapat di Cina, Vietnam dan Indonesia ini mempunyai bulu-bulu
yang indah. Apalagi Merak Hijau jantan yang memiliki ekor panjang yang
mampu mengembang bagai kipas.
Merak Hijau (Pavu muticus)
mempunyai bulu yang indah yang berwarna hijau keemasan. Burung jantan
dewasa berukuran sangat besar, dengan penutup ekor yang sangat panjang.
Di atas kepalanya terdapat jambul tegak. Burung betina berukuran lebih
kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya kurang mengilap, berwarna hijau
keabu-abuan dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Mukanya memiliki aksen
warna hitam di sekitar mata dan warna kuning cerah di sekitar kupingnya.
Pada musim berbiak, burung jantan
memamerkan bulu ekornya di depan burung betina. Bulu-bulu penutup ekor
dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk mata. Burung betina
menetaskan tiga sampai enam telur setelah mengeraminya pada tumpukan
daun dan ranting di atas tanah selama satu bulan. Anaknya akan terus
berdekatan dengan induknya hingga musim kawin berikutnya, walaupun sudah
bisa terbang pada usia yang masih sangat muda.
Dalam urusan makan, burung Merak
Hijau doyan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan,
aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba,
cacing dan kadal kecil.
Populasi Merak Hijau tersebar di
hutan terbuka dengan padang rumput di Republik Rakyat Cina, Vietnam,
Myanmar dan Jawa, Indonesia. Sebelumnya Merak Hijau ditemukan juga
di India, Bangladesh dan Malaysia, namun sekarang telah punah di sana.
Meskipun berukuran besar, burung indah, langka, dan dilindungi ini bisa
terbang.
Di Indonesia, Merak Hijau hanya
terdapat di Pulau Jawa. Habitatnya mulai dari dataran rendah hingga
tempat-tempat yang tinggi. Salah satunya yang masih bisa ditemui berada
di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Selain itu diperkirakan juga
masih terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, dan Taman Nasional Meru
Betiri.
Populasi Merak Hijau terus
berkurang. Ini diakibatkan oleh rusaknya habitat dan perburuan liar.
Burung langka yang indah ini diburu untuk diambil bulunya ataupun
diperdagangkan sebagai bintang peliharaan. Untuk menghindari kepunahan
burung langka ini dilindungi undang-undang. Di Pulau Jawa kini jumlah
Merak Hijau (Pavu muticus) diperkirakan tidak lebih dari 800 ekor.
1.12 BURUNG CENDRAWASIH
Cendrawasih atau paradisoaeidae apoda, minor, cicinnurus regius, dan seleudicis melanoleuca merupakan burung khas dari Papua. Dari 43 spesies burung surga ini, 35 di antaranya bisa ditemukan di Papua.
Burung Cendrawasih yang dianggap sebagai burung surga.
Kekhasan burung ini terdapat pada
bulu indahnya. Dan bulu indah ini hanya dimiliki oleh burung cendrawasih
jantan saja. Umumnya warna-warna bulu burung ini sangat cerah dengan
kombinasi hitam, cokelat, kemerahan, oranye, kuning, putih, biru, hijau
dan ungu.
Burung ini biasanya hidup di hutan
yang lebat atau di dataran rendah. Ia memiliki kebiasaan bermain di
pagi hari saat matahari mulai menampakkan cahaya di ufuk timur.
Cendrawasih jantan memakai bulu
lehernya yang menawan untuk menarik lawan jenis. Tarian cendrawasih
jantan amat memukau. Sambil bernyanyi di atas dahan, pejantan ini
bergoyang-goyang ke berbagai arah. Kadang malah bergantung terbalik
bertumpu pada dahan.
Oleh masyarakat di Papua, burung
cendrawasih dipercaya sebagai titisan bidadari tak berkaki atau Apoda,
burung yang cantik tetapi tak berkaki, karena mereka berjalan atau hanya
bertengger di dahan pohon saja.
Burung Cendrawasih ini dulu
populasinya cukup banyak di hutan Papua, tapi karena terus diburu,
akhirnya populasi burung ini menurun tajam dan semakin sulit ditemui.
Bukan hanya diburu, tetapi habitat berkembangbiaknya pun semakin sempit
karena banyak penebangan hutan.
1.13 BURUNG JALAK BALI
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
atau disebut juga Curik Bali adalah sejenis burung sedang dengan
panjang lebih kurang 25 cm. Burung pengicau berwarna putih ini merupakan
satwa endemik Indonesia yang hanya bisa ditemukan di Pulau Bali bagian
barat. Burung ini juga merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau Bali
yang masih tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun
1991, satwa yang masuk kategori “kritis” (Critically Endangered) dalam Redlist IUCN dan nyaris punah di habitat aslinya ini dinobatkan sebagai fauna identitas (maskot) provinsi Bali.
Jalak Bali ditemukan pertama kali
oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris
pada tanggal 24 Maret 1911. Nama ilmiah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
dinamakan sesuai dengan nama Walter Rothschild pakar hewan
berkebangsaan Inggris yang pertama kali mendiskripsikan spesies pada
tahun 1912.
Burung Jalak Bali ini mudah
dikenali dengan ciri-ciri khusus, di antaranya memiliki bulu yang putih
di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna
hitam. Jalak Bali memiliki pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru
cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Antara burung jantan dan
betina serupa.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan
satwa yang secara hidupan liar (di habitat aslinya) populasinya amat
langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan jumlah spesies ini yang
masih mampu bertahan di alam bebas hanya sekitar belasan ekor saja.
Karena itu, Jalak Bali memperoleh
perhatian cukup serius dari pemerintah Republik Indonesia, yaitu dengan
ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa liar yang dilindungi oleh
undang-undang. Perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut
ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Jalak Bali merupakan satwa yang dilarang diperdagangkan kecuali
hasil penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam).Dalam
konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada Apendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Sedang IUCN (International Union for Conservation of Natur and Natural Resources) memasukkan Jalak Bali dalam kategori “kritis” (Critically Endangered)
yang merupakan status konservasi yang diberikan terhadap spesies yang
memiliki risiko besar akan menjadi punah di alam liar atau akan
sepenuhnya punah dalam waktu dekat.
Kepunahan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di
habitat aslinya disebabkan oleh deforestasi (penggundulan hutan) dan
perdagangan liar. Bahkan pada tahun 1999, sebanyak 39 ekor Jalak Bali
yang berada di pusat penangkaran di Taman Nasional Bali Barat, di
rampok. Padahal penangkaran ini bertujuan untuk melepasliarkan satwa
yang terancam kepunahan ini ke alam bebas.
Untuk menghindari kepunahan,
telah didirikan pusat penangkaran yang salah satunya berada di Buleleng,
Bali sejak 1995. Selain itu sebagian besar kebun binatang di seluruh
dunia juga menjalankan program penangkaran Jalak Bali. Tetapi tetap
muncul sebuah tanya di hati saya; mungkinkah beberapa tahun ke depan
kita hanya akan menemui Jalak Bali, Sang Maskot Bali, di balik
sangkar-sangkar kebun binatang.
1.14 BURUNG ENGGANG
Enggang (Allo, Ruai/Arue sebutan
bagi orang dayak) adalah jenis burung yang ada di pulau Borneo. Burung
enggang memiliki ukuran tubuh cukup besar, yaitu sekitar 100 cm. Ada
sekitar 8 jenis burung enggang dengan warna tubuh perpaduan antara hitam
dan putih, sedangkan warna paruhnya merupakan perpaduan warna kuning,
jingga dan merah. Ciri khas dari burung ini adalah adanya cula paruh
(casque) yang tumbuh di atas paruhnya. Burung yang makanannya buah ara
ini mempunyai tingkah laku bersarang yang khusus.
Burung enggang mempunyai kebiasaan hidup berpasang-pasangan dan cara bertelurnya merupakan suatu daya tarik tersendiri.Pada
awal masa bertelur burung jantan membuat lubang yang terletak tinggi
pada batang pohon untuk tempat bersarang dan bertelurnya burung
betina.kemudian burung jantan memberi makan burung betinanya melalui
sebuah lubang kecil selama masa inkubasi, dan berlanjut sampai anak
mereka tumbuh menjadi burung muda.
Mengapa burung Enggang ini di
jadikan sebagai simbol oleh suku dayak? Burung ini menyimbolkan suku
dayak layaknya burung Merpati menyimbolkan kesucian dan keabadian dalam
keagamaan Kristiani. Karena itu pula, burung enggang ini dijadikan
sebagai contoh kehidupan bagi orang dayak untuk bermasyarakat agar
selalu mencintai dan mengasihi pasangan hidupnya dan mengasuh anak
mereka hingga menjadi seorang dayak yang mandiri dan dewasa. Namun
sekarang ini burung enggang merupakan burung langka yang sudah sangat
sulit di temui di hutan borneo, ini dikarenakan pengerusakan hutan
borneo yang terus-menerus terjadi, seperti penebangan hutan baik illegal
logging maupun untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Nasib
burung enggang ini sekarang sama seperti nasib suku Dayak di borneo yang
semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri. Sekarang burung ini hanya
sebagai simbol dan hanya dapat dilihat dalam suatu rekaman gambar yang
menunjukkan masa kejayaannya dimasa lampau.
Burung ini hanya dapat dilihat
sebagai simbol yang dilukiskan berupa motif seperti pada gambar ini.
Kasihan sekali nasib mereka. Sebagian yang tersisa darinya hanya sebuah
gambar dan segelintir bagian paruh dan bulu yang tetap di simpan rapi
oleh masyarakat suku dayak.
1.15 BURUNG KUAU
Burung kuau, burung yang sangat
indah dan mempesona. Dia bukanlah burung merak. Karena keindahannya
burung ini menjadi maskot propinsi Sumatera Barat. Tapi populasinya di
alam sangat memprihatin. Beberapa strain species kuau ini ada di pulau
kalimantan dan peninsular malaya, perbedaannya ada di warna dan corak
bulunya. Di kalimantan bulu ekornya menjadi salah satu aksesoris baju
tradisional selain bulu burung enggang.
Kulit di sekitar kepala dan leher
pada yang jantan biasanya tidak ditumuhi bulu dan berwarna kebiruan.
Pada bagian occipital (bagian belkang kepala) betina mempunyai bulu
jambul yang lembut. Paruh berwarna kuning pucat dan sekitar lobang
hidung berwarna kehitaman. Iris mata berwarna merah. Warna kaki
kemerahan dan tidak mempunyai taji/susuh.
Suara burung ini sangat lantang
sehingga dapat terdengar dari kejauhan lebih dari satu mil. Suara yang
jantan dapat dibedakan karena mempunyai interval pengulangan yang
pendek. Sedangkan yang betina suaranya mempunyai pengulangan dengan
interval semakin cepat dan yang terakhir suaranya panjang sekali. Burung
ini mempunyai suara tanda bhaya yang cirinya pendek, tajam dan
merupakan alunan yang parau.
Burung ini suka hidup di kawasan
hutan, mulai dari dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 1.000 m
dpl. Penyebaran burung ini adalah di Sumatera dan Kalimantan. Juga
terdapat di Asia Tenggara. Makanannya terdiri dari buah-buahan yang
jatuh, biji-bijian, siput, semut dan berbagai jenis serangga. Burung ini
juga suka mencari sumber air untuk minum sekitar jam sebelas siang.
Burung ini bertelur yang biasanya
berjumlah dua butir, warna telurnya krem atau kuning keputihan dengan
bercak-bercak kecil diseluruh permukaan. Ukurannya sekitar 66 x 47 mm.
Telur ini dierami oleh betina selama kurang lebih 25 hari. Anak burung
ini akan mencapai tingkat dewasa kurang lebih dalam satu tahun.
1.16 BURUNG ELANG JAWA
Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi)
merupakan salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik
(spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang
negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini
ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Pertama kali saya
menyaksikan penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada
pertengahan tahun 2005 di sekitar air tiga raksadi Gunung Muria Jawa
Tengah. Sayang, sampai sekarang saya belum berkesempatan untuk
menyaksikannya untuk yang kedua kali.
Secara fisik, Elang Jawa memiliki
jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena
itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung. Ukuran tubuh dewasa (dari
ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70 sentimeter, berbulu coklat
gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap pada dada dan
bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis
hitam.
Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus)
bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut
terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring
tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu
hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat
kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara
Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.
Gambaran lainnya, sorot mata dan
penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat,
berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan
berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara
menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain,
Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung
mitologis garuda
Populasi burung Elang Jawa di alam
bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi
Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah
memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya
ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang
Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau “Genting” (Collar et al.,
1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun
1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang
Jawa sebagai wakil satwa langka dirgantara.
Habitat burung Elang Jawa hanya
terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer
dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan
pegunungan.
Bahkan saat ini, habitat burung
ini semakin menyempit akibat minimnya ekosistem hutan akibat perusakan
oleh manusia, dampak pemanasan global dan dampak pestisida. Di Jawa
Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung
Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun.
Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat
di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung Muria, Gunung Lawu, dan Gunung
Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas
Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis.
1.17 BURUNG KASUARI
Kasuari merupakan sebangsa burung
yang mempunyai ukuran tubuh sangat besar dan tidak mampu terbang.
Kasuari yang merupakan binatang yang dilindungi di Indonesia dan juga
menjadi fauna identitas provinsi Papua Barat terdiri atas tiga jenis
(spesies). Ketiga spesies Kasuari yaitu Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus), Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius), dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti).
Burung Kasuari merupakan burung
besar yang indah menawan. Namun dibalik keindahan burung Kasuari
mempunyai sifat yang agresif dan cenderung galak jika diganggu. Burung
bergrnus Casuarius ini sangat galak dan pemarah dan tidak segan-segan
mengejar ‘korban’ atau para pengganggunya. Karenanya di kebun
binatangpun, Kasuari tidak dibiarkan berkeliaran bebas. Bahkan konon, The Guinnes Book of Records
memasukkan burung Kasuari sebagai burung paling berbahaya di dunia.
Meski untuk rekor ini saya belum dapat melakukan verifikasi ke situs The Guinness Book of Records.
Kasuari merupakan burung endemik yang hanya hidup di pulau Papua dan sekitarnya, kecuali Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) yang dapat juga ditemukan di benua Australia bagian timur laut. Dalam bahasa Inggris, Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) disebut (Southern Cassowary), Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) disebut (Northern Cassowary) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) disebut sebagai (Dwarf Cassowary).
Ciri-ciri dan Tingkah Laku. Burung Kasuari mempunyai ukuran tubuh yang berukuran sangat besar, kecuali Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti)
yang ukuran tubuhnya lebih kecil. Burung Kasuari tidak dapat terbang.
Burung kasuari dewasa mempunyai tinggi mencapai 170 cm, dan memiliki
bulu berwarna hitam yang keras dan kaku.
Di atas
kepalanya Kasuari memiliki tanduk yang tinggi berwarna kecokelatan.
Burung betina serupa dengan burung jantan, dan biasanya berukuran lebih
besar dan lebih dominan.
Kaki burung Kasuari sangat panjang
dan kuat. Kaki ini menjadi senjata utama burung langka dan dilindungi
ini. Kaki burung Kasuari mampu menendang dan merobohkan musuh-musuhnya,
termasuk manusia, hanya dengan sekali tendangan. Mungkin karena
tendangan dan agresifitasnya ini tidak berlebihan jika kemudian The Guinness Book of Records menganugerahinya sebagai burung paling berbahaya di dunia.
Pada Kasuari Gelambir Ganda
terdapat dua buah gelambir berwarna merah pada lehernya dengan kulit
leher berwarna biru.. Sedangkan pada Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus), sesuai namanya hanya mempunyai satu gelambir.
Burung Kasuari yang termasuk satwa
yang dilindungi dari keounahan ini memakan buah-buahan yang jatuh dari
pohonnya. Burung Kasuari biasa hidup sendiri, dan berpasangan hanya pada
saat musim kawin saja. Anak burung dierami oleh Kasuari jantan.
Kasuari Kerdil
Meskipun Kasuari memiliki tubuh
yang besar, namun ternyata tidak banyak yang diketahui tentang burung
endemik papua ini. Apalagi untuk spesies Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti).
Habitat dan Penyebaran. Burung Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) merupakan satwa endemik pulau Papua (Indonesia dan Papua New Guinea), sedangkan Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius)
selain di pulau Papua juga terdapat di pulau Seram (Maluku, Indonesia)
dan Australian bagian timur laut. Burung Kasuari mempunyai habitat di
daerah hutan dataran rendah termasuk di daerah rawa-rawa.
1.18 BURUNG MALEO
Burung Maleo atau Macrocephalon
Maleo, merupakan burung endemik yang hanya bisa dijumpai di Kepulauan
Sulawesi. Burung ini bisa ditemukan di hutan pegunungan dan hutan
pantai, di Sulawesi Tengah.
Sepintas penampilan burung ini
biasa saja, selain jambul di kepalanya, burung ini mirip dengan ayam.
Dari penampilannya, sulit dibedakan antara burung jantan dan betina.
Daya tarik burung Maleo justru
pada telurnya, yang ukurannya lima kali lebih besar dari telur ayam.
Inilah yang menyebabkan telur burung Maleo banyak diburu orang. Sehingga
kelestariannya terancam.
Telur burung Maleo memang memiliki
nilai ekonomis, yang lebih tinggi dibandingkan telur ayam, karena
bentuknya yang lebih besar. Harganya di pasar gelap bisa mencapai 50
ribu rupiah per butir.
Burung Maleo sebenarnya dapat bertelur dua kali dalam sebulan. Namun setiap bertelur, hanya satu telur yang dihasilkan.
Sang induk meletakkan telurnya di
dalam lubang yang berpasir, yang dekat dengan sumber air panas. Oleh
karena itu, habitat asli burung ini berada di sekitar sumber air panas,
yang tanahnya berpasir.
Dari hasil riset The Nature
Conservancy, sebuah LSM internasional yang bergerak dalam konservasi
lingkungan, dari sepuluh habitat burung Maleo di Taman Nasional Lore
Lindu, Sulawesi Tengah, kini hanya tinggal 4 habitat saja. Sisanya telah
rusak dan punah.
Penyebab utama terancamnya
kelestarian burung Maleo tidak hanya telurnya diambil manusia, tetapi
juga ganggan dari predator alaminya, yakni biawak dan tikus hutan.
Selain itu, pembukaan lahan hutan
untuk perkebunan, dan kebakaran hutan juga menjadi penyebab rusaknya
habitat asli burung Maleo. Salah satu habitat burung Maleo yang masih
dapat dijumpai di kawasan Sulawesi Tengah adalah di Saluki, kawasan
Taman Nasional Lore Lindu.
Untuk mencapai Saluki, dapat ditempuh dengan menggunakan mobil hingga Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Donggala.
Desa ini berjarak sekitar 45
kilometer arah selatan dari Kota Palu, ibukota Sulawesi Tengah. Selepas
dari Desa Tuva, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan sepeda motor
sejauh 4 kilo meter.
Di Balai Taman Nasional Lore Lindu
di Saluki inilah dilakukan upaya pelestarian terhadap burung Maleo.
Lokasi penangkaran terletak di kawasan habitat aslinya, karena hanya di
tempat semacam inilah burung maleo dapat berkembang biak.
Di lokasi ini terdapat sembilan
kandang penangkaran. Telur burung Maleo disimpan di dalam lubang tanah
yang berpasir di dalam kandang, dan akan menetas sendiri dalam waktu 76
hingga 90 hari.
Penangkaran burung Maleo ini turut melibatkan masyarakat sekitar. Salah seorang diantaranya adalah Ambo Tuo.
Kakek tiga orang cucu berusia 60
tahun ini, bersama 10 orang warga lainnya secara sukarela membantu
polisi hutan menjaga kelestarian burung Maleo. Di 9 tempat penangkaran
di Saluki ini terdapat sekitar 178 ekor burung Maleo.
Sementara di seluruh Taman Nasional Lore Lindu, jumlah populasi burung Maleo diperkirakan mencapai 500 ekor.
Menurut Herman Sasia, koordinator
lapangan pelestarian burung Maleo Balai Taman Nasional Lore Lindu,
gangguan terbesar dalam melestarikan burung Maleo datang dari predator
alamnya, yakni biawak. Selain itu tangan jahil manusia yang mengambil
telur burung Maleo.
Kawasan Saluki di Taman Nasional
Lore Lindu ini merupakan salah satu tempat penangkaran burung Maleo,
yang bisa dijadikan model bagi penyelamatan burung langka.
Kerjasama antara petugas dan warga setempat terbukti mampu menjaga kelestarian burung Maleo.
1.19 BURUNG KAKAK TUA RAJA
Burung Kakatua Raja (Probosciger
aterrimus) adalah sejenis burung Kakatua berwarna hitam dan berukuran
besar, dengan panjang sekitar 60cm. Burung ini memiliki kulit pipi
berwarna merah dan paruh besar berwarna kehitaman. Di kepalanya terdapat
jambul besar yang dapat ditegakkan. Burung betina serupa dengan burung
jantan.
Kakatua Raja adalah satu-satunya burung di marga tunggal
Probosciger. Daerah sebaran burung ini adalah di pulau Irian dan
Australia bagian utara. Pakan burung Kakatua Raja terdiri dari
biji-bijian. Paruh burung Kakatua Raja tidak dapat tertutup rapat,
dikarenakan ukuran paruh bagian atas dan bagian bawah yang berbeda. Dan
ini berguna untuk menahan dan membuka biji-bijian untuk dikonsumsi.
1.20 HELMETED HORNBILL
Burung ini ditemukan di
Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan wilayah Sumatera. Bulu-bulu burung
ini dominan berwarna hitam. Satu-satunya warna lain pada bulu adalah
putih di antara perut dan ekor burung. Burung enggang gading umumnya
memiliki kepala dan keriput pada tenggorokan yang berwarna merah pada
burung jantan dan biru pada burung betina. Kepala burung seberat sepuluh
persen dari 5,9-6,8 pon berat badannya.
1.21 KUPU – KUPU DI INDONESIA
Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa negeri kita adalah ‘seonggok’ tanah surga yang dilemparkan ke bumi.
Sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi berbagai makhluk hidup di dunia ini.Tidak terkecuali jenis serangga seperti Kupu-kupu. Bahkan diantaranya hanya terdapat di Indonesia.
Ratusan jenis kupu-kupu hidup di Indonesia.
Menurut sebuah catatan di dunia terdapat sekitar 20.000 spesies Kupu-kupu.Indonesia adalah negara pemilik kupu-kupu terbanyak di dunia setelah Brazil.
Indonesia memiliki sekitar 2.500 jenis kupu-kupu.
Sedangkan Brazil di hutan belantara Amazon, memiliki jenis terbanyak yaitu sekitar 3.000 jenis kupu-kupu.
Keindahan kupu-kupu dapat kita lihat dari berbagai macam bentuk sayapnya yang indah.
Bahkan beberapa jenis kupu-kupu di Indonesia menjadi endemik
bagi suatu daerah.Sehingga tidak akan ditemui di belahan dunia manapun
seperti Trogonoptera brookiana yang dikenal sebagai kupu-kupu raja
Brooke hanya dijumpai di Sumatera dan Kalimantan.Sedangkan seperti Cethosia myrina.
Kupu-kupu ini dikenal sebagai kupu-kupu sayap renda yang hanya dijumpai di Sulawesi.
Tingkat endemisitas yang tinggi terlihat jelas sekali pada kupu-kupu Indonesia,
yang mencapai lebih dari 35 persen dari total jumlah jenis yang menduduki peringkat pertama di dunia.Peru, Brasil, dan negara-negara lain di Amerika Selatan hanya memiliki tingkat endemisitas kupu-kupu kurang dari 10 persen dari total jumlah jenisnya.
Artinya, keunikan kupu-kupu Indonesia jauh melebihi negara-negara mana pun di dunia.
Sulawesi adalah pulau yang memiliki keunikan kupu-kupu tertinggi di Indonesia.
Dari 557 jenis yang ada di sana, sebanyak 239 jenis (lebih dari 40 persen) merupakan jenis yang hanya dapat dijumpai di kawasan itu, contohnya Papilio blumei.
Dari sekian banyak jenis kupu-kupu
di Indonesia, ada 19 jenis yang telah dimasukkan ke dalam daftar jenis
satwa yang dilindungi di Indonesia,
yaitu Cethosia myrina yang dikenal sebagai kupu-kupu sayap renda dan hanya dijumpai di Sulawesi,Trogonoptera brookiana yang dikenal sebagai kupu-kupu raja Brooke yang dijumpai di Sumatera dan Kalimantan.
16 jenis kupu-kupu dari marga Ornithoptera atau kupu-kupu sayap burung dijumpai di Maluku dan Papua.
11 jenis kupu-kupu dari marga Troides yang dikenal sebagai kupu-kupu raja (contohnya Troides hypolitus).Kebanyakan dijumpai di Indonesia bagian barat dan Sulawesi, serta beberapa jenis berada di Maluku dan Papua.
Kupu-kupu sayap burung Ornithoptera aesacus yang hanya ditemukan di Pulau Obi (Maluku Utara).
Kupu-kupu sayap burung Ornithoptera croesus yang hanya ditemukan di pulau-pulau di Maluku Utara.
60 Spesies Kupu-kupu terdapat di Lampung.
Komentar
Posting Komentar